Kantor Rumah Ilmu

Somewhere on Earth.

Ruang Rapat Rumah Ilmu

Somewhere on the Earth.

Ruang Press Conference Rumah Ilmu

Somewhere on Earth.

PLBN Motaain

Kab Belu NTT

Senin, 27 Januari 2025

Politani Negeri Kupang dan PT. Zoetis Animal Health Indonesia Teken Kerja Sama dan Serahkan Beasiswa

 


Kupang, 22 April 2022 - Politeknik Pertanian Negeri (Politani) Kupang menjalin kerja sama strategis dengan PT. Zoetis Animal Health Indonesia, perusahaan terkemuka di bidang kesehatan hewan. Momentum bersejarah ini ditandai dengan penandatanganan nota kesepahaman (MoU) serta penyerahan bantuan beasiswa sebesar Rp 50 juta untuk mahasiswa Politani Kupang.

Acara yang berlangsung pada Jumat, 22 April 2022, dihadiri langsung oleh perwakilan PT. Zoetis Animal Health Indonesia, Drh. Ulrich Erik Ginting. Dalam sambutannya, Drh. Ulrich E. Ginting menyampaikan bahwa pemberian beasiswa ini merupakan bagian dari komitmen perusahaan dalam mendukung pendidikan di sektor kesehatan hewan. Selain itu, bantuan ini ditujukan untuk meringankan beban mahasiswa yang terdampak pandemi Covid-19.

"Kami berharap beasiswa ini dapat membantu mahasiswa yang membutuhkan serta mendorong mereka untuk terus berprestasi. Ini juga sebagai wujud kontribusi kami dalam memajukan pendidikan di bidang kesehatan hewan di Indonesia," ujar Drh. Ulrich.

Pada kesempatan yang sama, Direktur Politani Kupang, Thomas Lapenangga, mengungkapkan rasa syukur dan apresiasi yang mendalam kepada PT. Zoetis Animal Health Indonesia. "Kami sangat berterima kasih atas perhatian dan dukungan yang diberikan kepada mahasiswa kami. Beasiswa ini sangat berarti, terutama bagi mereka yang sedang menghadapi kesulitan ekonomi akibat pandemi," kata Thomas.

Selain penyerahan beasiswa, rangkaian kegiatan hari itu juga diisi dengan kuliah umum bertajuk "Pentingnya Vaksinasi bagi Hewan Peliharaan Kucing dan Anjing." Kuliah umum ini menjadi momen edukasi penting bagi mahasiswa dan masyarakat mengenai kesehatan hewan peliharaan. Drh. Ulrich Erik Ginting menyampaikan materi dengan antusias, menekankan bahwa vaksinasi adalah langkah preventif untuk melindungi hewan dari berbagai penyakit menular.

Kerja sama antara Politani Kupang dan PT. Zoetis Animal Health Indonesia diharapkan dapat membuka peluang kolaborasi lebih lanjut di bidang pendidikan, pelatihan, dan penelitian dalam sektor kesehatan hewan. Dengan adanya beasiswa dan program edukasi seperti ini, mahasiswa Politani Kupang dapat terus termotivasi untuk berkontribusi dalam pengembangan sektor pertanian dan kesehatan hewan di masa depan.



Tim PT Zoetis Animal Health Indonesia kecuali Drh. Eni Rohyati 

Pemberian Plakat Penghargaan oleh Dr.Ewaldus Wera kepada Drh Ulrich Erik Ginting General Manager  PT. Zoetis Animal Health Indonesia.

General Manager PT. Zoetis Animal Health Indonesia berdiskusi dengan Wakil Direktur 3 (Bapak Agustinus Semang)

    Penerimaan dengan tarian daerah Manggarai Tamu dari PT. Zoetis Animal Health  Indonesia
Para Dosen Prodi Keswan Kajur Peternakan Dr. Aholiab   bersiap-siap mengikuti penandatangan MoU dengan PT. Zoetis Animal Health Indonesia
Pengalungan Selendang General Manager PT. Zoetis Animal Health Indonesia
Diskusi Ringan dengan Tim Zoetis di teras CC Politani Kupang

Direktur Politani (Ir. Thomas Lapenangga, MP) memberikan kata sambutan dalam rangka penandatangan MoU dengan PT. Zoetis Animal Health Indonesia


    Tim Zoetis Indonesia

Makan Malam Bersama Tim Zoetis di Kampung Solor Kupang



Senin, 20 Januari 2025

Berita Trending minggu ini di bidang Pendidikan Indonesia


  1. Pemecatan Pegawai Kemendikti Berbuntut Demo: Seorang pegawai Kemendikti dipecat melalui pesan WhatsApp karena dianggap lambat memasang Wi-Fi di rumah dinas. Kejadian ini memicu demonstrasi dari para pegawai yang merasa diperlakukan tidak adil. 

  2. Pemerintah Akan Hapus Istilah Zonasi dalam PPDB 2025: Pemerintah berencana menghapus istilah "zonasi" dalam Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) mulai tahun 2025. Langkah ini diharapkan dapat meningkatkan pemerataan akses pendidikan bagi seluruh siswa.

  3. Pemerintah Bantu 57.000 Guru Penuhi Kualifikasi Pendidikan D4/S1 di 2025: Pemerintah akan membantu 57.000 guru yang belum memiliki kualifikasi pendidikan D4 atau S1 untuk memenuhi kualifikasi tersebut pada tahun 2025. Langkah ini bertujuan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia.

  4. Guru PPPK Bisa Mengajar di Sekolah Swasta, Ini Syaratnya: Pemerintah mengizinkan Guru Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) untuk mengajar di sekolah swasta dengan memenuhi syarat tertentu. Kebijakan ini diharapkan dapat mengatasi kekurangan guru di sekolah swasta.

  5. Startup Indonesia Borong 9 Penghargaan di ASEAN Digital Awards 2025: Startup Indonesia meraih 9 penghargaan dalam ASEAN Digital Awards 2025, menunjukkan kemajuan signifikan dalam inovasi digital dan pendidikan teknologi di Indonesia.

Sabtu, 18 Januari 2025

Contoh operasi artimatika

 



Urutan Operasi: BODMAS (Order of Mathematical Operations: BODMAS)

Urutan Operasi: BODMAS
Daftar Isi

  1. Urutan Operasi
  2. BODMAS
  3. Uji Diri Anda
  4. Sumber Eksternal


Urutan Operasi

Dalam matematika, operasi adalah tindakan seperti penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

Dalam sebuah ekspresi matematika, urutan langkah perhitungan sangat penting. Urutan operasi yang salah sering kali menghasilkan jawaban yang salah.

Sebagai contoh, perhatikan ekspresi:
4 ÷ 5 + 6 × 2.

Jika kita pertama-tama membagi 4 dengan 5 untuk mendapatkan 0,8, lalu mengalikan 6 dengan 2 untuk mendapatkan 12, dan kemudian menambahkan 0,8 ke 12, kita mendapatkan 12,8.
Namun, jika kita pertama-tama menambahkan 5 dan 6 untuk mendapatkan 11, lalu mengalikan 11 dengan 2 untuk mendapatkan 22, dan kemudian membagi 4 dengan 22, kita mendapatkan 0,182 (hingga 3 angka desimal).

Kita dapat melihat bahwa hasilnya sangat berbeda ketika urutan operasi dilakukan secara berbeda.

BODMAS

BODMAS adalah akronim yang menunjukkan urutan yang benar untuk melakukan operasi matematika:

  • Brackets (Kurung)
  • Order (Urutan/eksponen)
  • Division (Pembagian)
  • Multiplication (Perkalian)
  • Addition (Penjumlahan)
  • Subtraction (Pengurangan)

Pembagian dan perkalian, serta penjumlahan dan pengurangan, memiliki prioritas yang sama - aturan konvensi adalah bekerja dari kiri ke kanan jika urutan operasinya tidak jelas.

Catatan: Bentuk alternatif dari mnemonik ini adalah BIDMAS, di mana "I" berarti indeks. Di AS dan Australia, digunakan istilah PEMDAS (“Parentheses, Exponents, ...”) dan BEDMAS.

Kembali ke contoh sebelumnya, jawaban yang benar adalah jawaban pertama karena mengikuti aturan BODMAS: pembagian dilakukan sebelum perkalian dan harus dilakukan sebelum penjumlahan, serta perkalian dilakukan sebelum penjumlahan. Maka jawabannya adalah 12,8.

Sekarang kita akan melihat lebih banyak contoh untuk berlatih menggunakan BODMAS.


Contoh 1
Hitung ekspresi berikut:
20 × (100 + 1).

Solusi
Menggunakan aturan BODMAS, kita harus terlebih dahulu menyelesaikan semua yang ada di dalam tanda kurung. Karena operasi di dalam kurung hanyalah penjumlahan, kita pertama-tama menambahkan 1 ke 100 untuk mendapatkan 101. Ekspresinya menjadi:
20 × 101.

Langkah terakhir adalah mengalikan kedua angka tersebut. Hasilnya adalah 2020, sehingga:
20 × (100 + 1) = 2020.


Contoh 2
Hitung ekspresi berikut:
(−4) × 10².

Solusi
Meskipun ekspresi ini mengandung tanda kurung, tanda kurung tersebut hanya untuk menunjukkan bahwa −4 adalah bilangan negatif.

Menggunakan aturan BODMAS, kita harus terlebih dahulu menghitung eksponen:
10² = 100.

Langkah terakhir adalah mengalikan 100 dengan (−4), sehingga hasilnya adalah −400. Maka:
(−4) × 10² = −400.


Contoh 3
Hitung ekspresi berikut:
2 + 4 × 3 − 1.

Solusi
Menggunakan BODMAS, kita melakukan perkalian terlebih dahulu:
4 × 3 = 12, sehingga ekspresinya menjadi:
2 + 12 − 1.

Penjumlahan dan pengurangan memiliki prioritas yang sama, jadi kita dapat melakukan salah satunya terlebih dahulu. Jika kita melakukan penjumlahan terlebih dahulu:
2 + 12 = 14, kemudian 14 − 1 = 13.

Periksa sendiri bahwa melakukan pengurangan sebelum penjumlahan juga memberikan hasil yang sama.


Contoh 4
Hitung ekspresi berikut:
3 + 2².

Solusi
Menggunakan BODMAS, kita menghitung pangkat terlebih dahulu, kemudian penjumlahan:
2² = 4, sehingga:
3 + 4 = 7.


Uji Diri Anda

Coba tes Numbas kami: Operasi Aritmatika


Sumber Eksternal

  • BODMAS di Maths is Fun
  • BODMAS oleh Universitas East Anglia

Senin, 06 Januari 2025

Investigasi yang tertarget untuk membuktikan bahwa Timor Barat terbebas dari HPAI H5N1


 

Judul dalam bahasa Inggris: A TARGETED INVESTIGATION TO DEMONSTRATE THE FREEDOM OF WEST TIMOR FROM HPAI H5N1 

 Petrus Malo Bulu a,b,* , Ian D. Robertson a,d, Maria Geong c 

 a College of Veterinary Medicine, School of Veterinary and Life Sciences Murdoch University, South Street Murdoch, Perth Western Australia 6150, Australia 
 b Politeknik Pertanian Negeri Kupang, Jln Adisucipto Penfui Kupang, West Timor, East Nusa Tenggara-Indonesia. 
 c Animal Health & Veterinary Services, Provincial Department of Livestock - Nusa Tenggara Timur, Kupang, West Timor, Indonesia. 
 d China-Australia Joint Research and Training Center for Veterinary Epidemiology, College of Veterinary Medicine, Huazhong Agricultural University, Wuhan, People's Republic of China. 

 Highlights:

• Ini adalah survei terarah yang dilakukan pada tahun 2013 di 2 distrik di Timor Barat, yang melibatkan 300 unggas desa dan komersial (292 ayam dan 8 bebek Muscovy) dari 10 desa berbeda antara bulan Agustus dan Oktober 2013.
• Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan bukti bahwa HPAI H5N1 tidak ada di Timor Barat
• Usap kloaka dan trakea dari unggas yang diambil sampelnya diuji menggunakan Anigen® Rapid Test (Bionote).
• Semua sampel negatif pada pengujian (0%; 95%CI: 0,0 - 1,8%).
• Dari hasil ini disimpulkan dengan tingkat keyakinan yang tinggi (100%, 95%CI: 99,987, 100) bahwa populasi ini tidak sakit, dan hasil ini, bersama dengan kurangnya bukti klinis penyakit, cukup untuk menyimpulkan bahwa Timor Barat bebas dari HPAI
 
Abstrak
Pada awal tahun 2004 virus flu burung patogenik tinggi (HPAI) H5N1 menyebabkan wabah penyakit besar pada unggas di Indonesia. Penyakit ini pertama kali dilaporkan di Timor Barat di Indonesia Timur pada tahun yang sama, yang mengakibatkan kematian sekitar seratus ayam dari peternakan komersial dan peternakan pekarangan; namun tidak ada bukti penyakit yang dilaporkan di Timor Barat sejak tahun 2007.
Survei terarah dilakukan pada tahun 2013 di 2 distrik di Timor Barat. Tiga ratus unggas desa dan komersial (292 ayam dan 8 bebek Muscovy) dari 10 desa dan 5 pasar unggas hidup (LBM) diambil sampelnya antara bulan Agustus dan Oktober 2013. Usap kloaka dan trakea unggas yang diambil sampelnya diuji menggunakan Anigen® Rapid Test (Bionote). Semua sampel negatif pada pengujian (0%; 95%CI: 0,0 - 1,2%). Dari hasil tersebut disimpulkan dengan tingkat keyakinan yang tinggi (100%, 95%CI: 99.988, 100) bahwa populasi ini tidak terinfeksi, dan hasil ini, bersama dengan kurangnya bukti klinis penyakit, mendukung kesimpulan bahwa Timor Barat bebas dari infeksi HPAI pada saat survei.
Kata kunci:
Influenza burung patogenik tinggi H5N1; Timor Barat, Indonesia; Epidemiologi, Penyakit unggas.

Pendahuluan

Wabah pertama penyakit pada manusia yang disebabkan oleh H5N1 terjadi di Hong Kong pada tahun 1997, dengan enam dari 18 orang yang terinfeksi meninggal (Chan, 2002). Selanjutnya pada tahun 2004 virus tersebut menyebabkan wabah besar penyakit pada unggas di Indonesia (Smith et al., 2006), Vietnam (Hien et al., 2004), Thailand (Chotpitayasunondh et al., 2005; Grose, 2004), Republik Korea, Jepang,  Kamboja, dan Republik Demokratik Rakyat Laos (WHO, 2005b). Wabah tersebut dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi, hingga 100%, pada unggas (WHO, 2014), serta tingkat kematian kasus (CFR) yang tinggi pada manusia (> 50%) (WHO, 2005a). Di Indonesia, virus HPAI H5N1 pertama kali terdeteksi pada unggas domestik pada tahun 2003 (Sedyaningsih et al., 2007) dan pada akhir Juni 2006, virus tersebut telah terdeteksi di 27 provinsi (Kementerian Pertanian Indonesia, data tidak dipublikasikan, dikutip oleh Sedyaningsih et al. 2007). Virus tersebut dilaporkan endemik pada unggas di beberapa provinsi pada tahun 2009, dengan wabah yang sering dilaporkan di pulau Jawa dan Sumatera (Sumiarto dan Arifin, 2008). Di Indonesia HPAI tidak hanya mengakibatkan pembatasan perdagangan internasional burung hidup dan produk daging unggas, tetapi juga mempengaruhi pariwisata (Rushton et al., 2005) dan kesehatan masyarakat. Hingga 2015 telah ada 199 kasus manusia yang dikonfirmasi dengan CFR 83,9% (WHO, 2016). Sebagian besar kasus pada manusia di Indonesia (76%) dikaitkan dengan kontak dengan unggas atau produk unggas (Sedyaningsih et al., 2007). Namun, penelitian terkini menunjukkan penularan dari orang ke orang, dengan kelompok kasus H5N1 yang terkait secara epidemiologi terjadi di antara keluarga (Kandun et al., 2008). Di Timor Barat, HPAI (H5N1) menyebabkan kematian sekitar seratus ekor ayam dari peternakan komersial dan peternakan pekarangan antara tahun 2004 dan 2006. Penyakit ini pertama kali didiagnosis pada tahun 2004 ketika lima sampel ayam dari dua peternakan berbeda dinyatakan positif pada uji penghambatan hemaglutinasi (HI) (data tidak dipublikasikan dari Dinas Peternakan Provinsi, Nusa Tenggara Timur (NTT). Smith et al. (2006) menyatakan bahwa virus ini berasal dari Indonesia Barat (Jawa) melalui dua introduksi terpisah melalui pergerakan unggas dan/atau produk unggas. Surveilans aktif untuk H5N1 di Timor Barat pertama kali dilaksanakan pada tahun 2005, dan ditujukan terutama pada industri unggas sektor 4 (tingkat rumah tangga/pekarangan) (Azhar et al., 2010). Surveilans pasif juga dilakukan melalui laporan petani kepada dokter hewan lapangan tentang ayam yang mati dan diagnosis pertama penyakit ini pada tahun 2004 berasal dari petani yang melaporkan kematian pada ayam mereka kepada dokter hewan lapangan. Dinas Peternakan (Komunikasi pribadi, Drh. Cahyo Sunarno, Koordinator program Participatory Disease Surveillance and Response (PDSR) NTT). Hasil survei serologis yang dilakukan oleh Dinas Peternakan Provinsi di Timor Barat menunjukkan seroprevalensi HPAI pada tahun 2004, 2005 dan 2006 masing-masing sebesar 72,2% (95%CI: 66,2, 77,6), 13,2% (95%CI: 9,7, 17,4), dan 18,0% (95%CI: 10,1, 28,5). Akan tetapi, tidak ada bukti adanya penyakit yang dilaporkan sejak tahun 2007. Tidak ada bukti penyakit atau infeksi yang dilaporkan di negara tetangga, Republik Demokratik Timor Leste, sejak tahun 2005 (Amaral, 2011).
Bebas penyakit di Timor Leste penting karena potensi pergerakan unggas lintas batas antara kedua negara. Sebagai tanggapan terhadap wabah H5N1 di Timor Barat pada tahun 2004 hingga 2006, vaksinasi tidak dilaksanakan, sebagai gantinya penyembelihan/pemberantasan dilakukan berdasarkan rencana strategis pengendalian dan peraturan Pemerintah pada tahun 2004 (Keputusan Direktorat Jenderal Peternakan No:17/Kpts/PD.640/F/02.04 Pedoman pencegahan, pengendalian dan pemberantasan penyakit zoonosis AI) (Direktorat Kesehatan Hewan Indonesia, 2012). Sejak kasus awal ini tidak ada kasus klinis lain yang dilaporkan di Provinsi tersebut (data tidak dipublikasikan dari Dinas Peternakan Provinsi, NTT). Selain penyembelihan, Pemerintah menerapkan kontrol pergerakan ayam dan impor ayam dilarang dari daerah yang terinfeksi, dengan impor ayam umur sehari (DOC) hanya diizinkan dari tingkat biosekuriti tinggi, kawanan yang uji HPAI-negatif disetujui dan diperiksa oleh Pemerintah Provinsi. Tidak ada bebek umur sehari (DOD) yang diimpor ke Timor Barat. Menurut Kode Kesehatan Hewan Terestrial, (OIE, 2015) suatu negara, zona atau kompartemen dapat dianggap bebas dari infeksi pada unggas ketika: infeksi dengan virus HPAI pada unggas tidak ada di negara, zona atau kompartemen selama 12 bulan sebelumnya, meskipun status virus LPAI mungkin tidak diketahui; atau berdasarkan pengawasan, virus apa pun yang terdeteksi belum diidentifikasi sebagai virus HPAI; atau jika infeksi telah terjadi pada unggas di negara, zona atau kompartemen yang sebelumnya bebas, status bebas HPAI dapat diperoleh kembali tiga bulan setelah kebijakan pemusnahan dan disinfeksi telah diterapkan, asalkan pengawasan juga telah dilakukan selama periode tersebut. Analisis hasil survei representatif terstruktur dapat digunakan untuk menunjukkan bahwa suatu zona atau negara bebas dari penyakit (Martin et al., 2007). Untuk mendukung kebebasan dari HPAI, diperlukan program pengawasan yang menargetkan semua spesies yang rentan di suatu negara/zona/wilayah. Program pengawasan ini dapat dilakukan dengan menggunakan teknik pengambilan sampel acak yang dirancang dengan tepat atau dengan menggunakan pengawasan tertarget terhadap spesies berisiko tinggi di lokasi tertentu atau burung/peternakan yang melakukan praktik berisiko tinggi (OIE, 2010). Untuk memberikan bukti bahwa HPAI H5N1 tidak ada di Timor Barat, pengawasan tertarget dilakukan di daerah berisiko tinggi yang meliputi pasar burung hidup (100 sampel) dan desa-desa serta peternakan komersial (200 sampel). Hasil pengawasan ini dilaporkan dan dibahas dalam studi ini.

2.1. Wilayah Studi Timor Barat terletak di Pulau Timor, di antara Australia dan Republik Demokratik Timor Leste, dan perekonomiannya sebagian besar adalah pertanian. Berdasarkan sensus hewan tahun 2013, unggas mewakili 90% dari total populasi ternak di Timor Barat (Badan Pusat Statistik Nusa Tenggara Timur, 2013). Ayam kampung/pekarangan, ayam pedaging dan ayam petelur, dan bebek adalah jenis unggas yang paling umum dipelihara oleh rumah tangga di Timor Barat. Produksi ayam pedaging komersial dikategorikan sebagai sektor 3 (FAO, 2004) dengan biosekuriti rendah dan kawanan hingga 5000 ekor burung. Sekitar setengah dari ayam-ayam ini biasanya dikirim ke pasar unggas hidup (LBM) untuk dijual dan setengah lainnya langsung ke restoran. Di Timor Barat sebagian besar penduduk desa memelihara kawanan kecil unggas di halaman belakang (dikategorikan sebagai Sektor 4) (FAO, 2004) dan unggas digunakan untuk konsumsi rumah tangga atau juga dijual melalui LBM untuk mendapatkan penghasilan (Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), 2010). Namun, sistem produksi halaman belakang yang serupa dengan yang diadopsi di NTT telah dilaporkan memiliki biosekuriti yang rendah dan risiko penyakit menular yang tinggi (Conan et al., 2012).  Penelitian ini dilakukan di dua (Kota Kupang - Kota Kupang; dan Belu, yang berbatasan dengan Timor Leste) dari lima kabupaten di Timor Barat dan melibatkan pengambilan sampel desa (halaman belakang) dan unggas komersial dari lima kecamatan, 10 desa dan lima pasar (Gambar 1). Alak, Maulafa dan Kelapa Lima adalah kecamatan yang dipilih dari Kota Kupang, sedangkan kecamatan Tasifeto Barat dan Kota Atambua dipilih dari kabupaten Belu. Empat desa dipilih dari kabupaten Belu (Naitimu, Bakustulama, Tenukiik dan Manumutin), sementara dari Kota Kupang dipilih enam desa (Alak, Namosain, Sikumana, Naikolan, Lasiana dan Oesapa) (Gambar 1). Pemilihan kabupaten, kecamatan, desa dan pasar yang termasuk dalam studi ini dibuat dengan menggunakan pendekatan pengambilan sampel yang ditargetkan, di mana lokasi berisiko tinggi dan pasar basah burung hidup secara khusus ditargetkan untuk pengambilan sampel. Kabupaten dan lokasi ini diklasifikasikan sebagai berisiko tinggi berdasarkan laporan sebelumnya dan melalui diskusi dan temuan yang didokumentasikan oleh Dinas Peternakan Pemerintah Provinsi NTT. Kota Kupang dianggap sebagai kabupaten berisiko tinggi karena keberadaan HPAI sebelumnya dan juga merupakan daerah produksi unggas utama di NTT. Belu dipilih karena risiko pergerakan unggas lintas batas dengan Timor Leste. Lima LBM (satu pasar di kabupaten Belu dan empat pasar di kabupaten Kota Kupang) juga dipilih. LBM yang dipilih adalah Pasar Baru di Belu, dan Pasar Inpress Naikoten, Pasar Oebobo, Pasar Oeba, dan Pasar Oesapa di Kota Kupang. LBM ini dipilih karena merupakan pasar terbesar di kabupaten tersebut dan karenanya dianggap memiliki risiko tertinggi untuk memiliki unggas yang terinfeksi, jika ada infeksi. Di LBM tersebut, baik ayam kampung maupun ayam pedaging komersial dijual. Pemilihan pemilik di desa-desa yang unggasnya diambil sampelnya didasarkan pada laporan penyakit sebelumnya pada unggas mereka dan saran yang diberikan oleh Dinas Peternakan Pemerintah Provinsi NTT tentang risiko yang lebih tinggi pada kelompok ini. Semua unggas sehat secara klinis dan belum ada vaksinasi terhadap AI yang telah diterapkan di Timor Barat sebelum survei.
2.2. Desain studi
2.2.1. Perhitungan Ukuran Sampel Jumlah total unggas yang diambil sampelnya per desa dan per pasar adalah 20. Ukuran sampel ini didasarkan pada rumus untuk pengujian bebas dengan penyesuaian untuk sensitivitas uji (84,3%) dan spesifisitas (97,7%), estimasi populasi unggas desa sebesar 1000, sensitivitas desa yang diinginkan sebesar 95% dan tingkat kepercayaan 95%. Prevalensi desain ditetapkan sebesar 20% (Sergeant, 2013).
2.2.2. Jenis Sampel dan Metode Uji Usap kloaka dan trakea diambil dari unggas hidup dan segera diuji dengan Kit Uji Cepat Anigen® sisi pena seperti yang dijelaskan oleh Meijer (2006). Kit Uji Antigen Virus Influenza Burung Anigen Rapid® adalah imunoassay kromatografi untuk deteksi kualitatif antigen virus influenza burung tipe A pada usap kloaka atau trakea unggas (BioNote. Inc, Seoul, Republik Korea). Uji ini dilaporkan memiliki sensitivitas sebesar 100% di tingkat peternakan (Meijer, 2006) dan sensitivitas sebesar 84,3% (95% CI, 78,1-88,9%) serta spesifisitas sebesar 97,7% (95% CI, 94,2–99,1%) di tingkat unggas (Meseko et al., 2010). Di Indonesia, Anigen® telah menjadi uji yang lebih disukai karena mudah digunakan, dan memiliki sensitivitas dan spesifisitas yang memadai (Boland et al., 2006). 2.3. Pengambilan sampel, pengambilan sampel, dan prosedur pengujian Sebanyak 300 usapan dikumpulkan dari unggas (292 ayam dan 8 bebek Muscovy) dari 10 desa dan 5 pasar antara Agustus dan Oktober 2013. Sepuluh "peternakan" dengan unggas dari setiap desa dipilih berdasarkan riwayat penyakit sebelumnya atau saran dari Dinas Peternakan Pemerintah Provinsi NTT bahwa mereka mewakili kelompok berisiko tinggi (total 100 "peternakan"). Dua burung diambil sampelnya di setiap peternakan yang dipilih. Burung-burung itu ditangkap oleh para petani (pengambilan sampel yang mudah). Hanya 8 (2,67%) sampel yang dikumpulkan dari bebek Muscovy karena hanya sedikit yang hadir pada hari pengambilan sampel. Dua ayam diambil sampelnya dari masing-masing dari sepuluh vendor yang dipilih secara acak di masing-masing dari lima LBM yang dipilih (total 50 vendor, 100 ayam). Kelima LBM ini adalah pasar terbesar yang menjual ayam di lokasi tersebut. Sampel dari desa atau pasar individu semuanya dikumpulkan pada satu hari. Penyeka kapas steril awalnya dimasukkan dan digosokkan pada mukosa trakea, kemudian penyeka yang sama dimasukkan ke dalam kloaka dan tekanan lembut diberikan sambil memutar penyeka dua atau tiga kali pada sisi kloaka. Prosedur pengujian didasarkan pada rekomendasi produsen. Tingkat kebebasan HPAI dihitung menggunakan FreeCalc di Survey Toolbox (Cameron, 1999).
3. Hasil Semua sampel usap negatif pada pengujian dengan uji Anigen® Rapid (0%; 95% CI: 0,0-1,2%). Satu sampel di Naitimu memberikan hasil yang tidak valid dan karenanya diuji ulang. Pada pengujian ulang hasilnya negatif. Probabilitas mendeteksi 0 sampel positif dalam sampel 300 dari populasi yang terinfeksi dengan prevalensi 20% dalam populasi 10.000 adalah 0,0000 (95%CI: 0,0000-0,0122). Akibatnya dapat disimpulkan dengan tingkat keyakinan yang tinggi (1,0, 95%CI: 0,9878, 1,0) bahwa populasi ini tidak terinfeksi, dan bahwa pada saat pengambilan sampel Timor Barat sangat mungkin bebas dari HPAI. 4. Diskusi Surveilans yang ditargetkan didefinisikan sebagai pendekatan pengambilan sampel di mana sampel (hewan atau lokasi) secara khusus dipilih untuk pengujian (Williams et al., 2009). Bentuk pengawasan ini meningkatkan kemungkinan mendeteksi infeksi, jika ada. Dalam studi ini, area berisiko tinggi meliputi pasar dan peternakan unggas halaman belakang dan komersial. Peternakan halaman belakang (ayam desa) telah terbukti memainkan peran penting dalam penularan HPAI H5N1 di Thailand (Tiensin et al., 2005) dan LBM juga telah diakui sebagai tempat yang signifikan untuk pemeliharaan dan pertukaran H5N1 di Indonesia (Sims et al., 2005). Pasar di Timor Barat adalah pasar basah tempat unggas (ayam yang dipelihara secara komersial, ayam kampung dan halaman belakang) dan hewan lainnya, serta produk pertanian dan produk komersial lainnya, dicampur bersama. Beberapa unggas ini akan kembali ke rumah pemiliknya jika tidak dijual, dan berpotensi menularkan virus dari pasar kembali ke peternakan (Roche et al., 2014). Uji antigen cepat yang tersedia secara komersial untuk influenza A cepat dan sederhana untuk dilakukan sehingga memungkinkan diagnosis HPAI yang cepat untuk deteksi dini dan penahanan penyakit, faktor-faktor yang penting dalam pengendalian penyakit (Meseko et al., 2010). Sensitivitas tinggi dari uji Anigen® membuatnya cocok untuk digunakan dalam situasi lapangan untuk pengujian atau penyaringan kawanan (Loth et al., 2008) atau kelompok burung seperti dalam studi saat ini. Namun, uji tersebut mendeteksi isolat HPAI dan LPAI, oleh karena itu hasil negatif memberikan keyakinan lebih lanjut dalam kebebasan populasi sampel dari AI. Kebebasan dari suatu penyakit biasanya didefinisikan sebagai prevalensi sebenarnya yang berada di bawah prevalensi desain yang ditentukan dengan tingkat keyakinan tertentu (More et al., 2009). Suatu negara dapat dianggap bebas dari suatu penyakit berdasarkan bukti historis (tidak adanya penyakit atau infeksi untuk jangka waktu tertentu) (OIE, 2010) bersama dengan hasil survei (Cannon, 2002). Dalam penelitian saat ini, prevalensi minimum yang diharapkan (MEP) ditetapkan sebesar 20% untuk memberikan bukti kuat bahwa penyakit yang diteliti tidak ada (Martin dan Cameron, 2002) dan untuk meningkatkan peluang mendeteksi penyakit jika ada melalui ukuran sampel yang lebih besar (Cannon, 2002).
Karena penyakit ini diketahui mempengaruhi lebih dari 50% populasi ayam dalam wabah (Taubenberger dan Morens, 2009), memilih nilai yang lebih rendah semakin memperkuat keyakinan bahwa populasi unggas yang diambil sampelnya bebas dari HPAI. Di masa depan, pengambilan sampel bebek yang lebih terarah harus dilakukan karena peran mereka dalam penularan HPAI (Gilbert et al., 2006; Kim et al., 2009). Tidak ada kasus HPAI H5N1 yang dilaporkan di Timor Barat sejak 2006. Selain penggunaan data historis, surveilans terarah yang dirancang digunakan untuk mendukung hipotesis bahwa Timor Barat bebas dari HPAI. Karena tidak ada hasil positif yang ditemukan dalam surveilans terarah populasi berisiko tinggi yang dilakukan di Timor Barat, ada tingkat keyakinan yang tinggi di wilayah tersebut yang bebas dari infeksi H5N1 pada saat pengambilan sampel. Di Timor Barat, meskipun wabah H5N1 terjadi pada tahun 2004, pengawasan H5N1 tidak dilaksanakan sampai tahun 2005 (Komunikasi pribadi Drh. Cahyo Sunarno, Koordinator program Participatory Disease Surveillance and Response (PDSR) Provinsi Nusa Tenggara Timur). Pengawasan ini dilakukan melalui program PDSR, yang dirancang untuk memperkuat layanan veteriner dan memberdayakan masyarakat untuk mencegah dan mengendalikan HPAI yang terutama menargetkan industri unggas sektor 4 (tingkat rumah tangga) (Azhar et al., 2010). Semua sampel yang dikumpulkan sebagai bagian dari pengawasan itu juga telah diuji negatif; namun tidak ada pengawasan yang dilakukan pada burung liar dan kegiatan pengawasan di masa depan harus mencakup sampel dari burung-burung tersebut karena limpahan H5N1 dari burung migrasi telah dilaporkan (Munster et al., 2006; Gilbert et al., 2010). Kemungkinan besar pengambilan sampel unggas di peternakan tidak mewakili keseluruhan populasi karena unggas, dengan penyakit klinis atau subklinis, akan lebih mudah ditangkap, meskipun dalam penelitian ini semua unggas yang diambil sampelnya tampak sehat secara klinis. Namun, potensi bias pengambilan sampel ini akan meningkatkan kemungkinan deteksi virus, jika ada. Disimpulkan dari penelitian ini bahwa sangat tidak mungkin HPAI H5N1 ada di Timor Barat pada saat penelitian dilakukan. Pengawasan aktif harus dilanjutkan untuk memastikan bahwa Timor Barat mempertahankan status bebas penyakit yang nyata ini, bersama dengan peningkatan biosekuriti di peternakan komersial dan peternakan pekarangan dan penerapan program untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap penyakit ini oleh pemilik unggas pekarangan.

Ucapan Terima Kasih
 Penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada para peternak unggas di distrik-distrik yang disurvei di Timor Barat atas keterlibatan mereka dalam penelitian ini; Dinas Kesehatan Hewan Provinsi NTT atas bantuan dan dukungan mereka selama pengumpulan data lapangan; dan Direktorat Pendidikan Tinggi Indonesia atas pemberian Beasiswa Pascasarjana kepada penulis utama. Makalah ini merupakan bagian dari tesis yang diajukan oleh penulis utama untuk mendapatkan gelar doktor di Murdoch University.

 Link to Full paper

How to cite this paper:

Bulu, P.M., Robertson, I.D. and Geong, M., 2018. A targeted investigation to demonstrate the freedom of West Timor from HPAI H5N1. Preventive veterinary medicine150, pp.47-51.

Sabtu, 04 Januari 2025

Manajemen Peternakan Babi dan Kontribusinya terhadap Kejadian Demam Babi Afrika di Kupang, Indonesia


 

Judul dalam bahasa Inggris: Pig Farm Management and Its Contribution to The African Swine Fever Incidences in Kupang, Indonesia


Petrus Malo Bulu 1*, Agustinus Paga 1 , Anita S. Lasakar 2 , Ewaldus Wera 1 

1Department of Animal Husbandry, Kupang Agricultural Polytechnic, Kupang, Indonesia, 2Veterinary Technical Implementation Unit of Provincial Animal Livestock of East Nusa Tenggara Province, Kupang, Indonesia. 

*Corresponding author: pmalobulu@yahoo.com 


Abstrak

Penelitian ini mengevaluasi praktik pemeliharaan dan manajemen yang diadopsi oleh peternak babi dan potensi penyakit Demam Babi Afrika (ASF) di Kupang, Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Praktik pemeliharaan dan manajemen yang dievaluasi meliputi latar belakang pendidikan, pekerjaan utama, kandang ternak, sistem pakan ternak dan air minum, manajemen reproduksi, dan kondisi tubuh babi. Data dikumpulkan dari 300 peternak babi menggunakan wawancara dan kuesioner. Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Kupang Timor dan Amabi Oefeto dari bulan Juni hingga Oktober 2022. Penelitian ini melaporkan beberapa faktor yang berpotensi mempengaruhi penularan ASF. Praktik-praktik ini dapat ditingkatkan untuk mencegah potensi penularan ASF. Latar belakang pendidikan peternak babi, pekerjaan utama, manajemen kandang, pemberian pakan swill, dan manajemen reproduksi berpotensi berkontribusi terhadap penularan ASF di Kupang selama periode wabah.

Kata kunci: Demam Babi Afrika, peternakan, Kupang, manajemen, babi


PENDAHULUAN

Peternakan babi telah memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perdagangan lokal dan internasional, ekonomi petani, dan ketahanan pangan global (Van der Waal dan Deen, 2018). Karena babi merupakan sumber uang tunai dan daging yang signifikan, mereka telah memainkan peran penting dalam ekonomi dan kegiatan budaya masyarakat Kupang. Mereka melakukannya saat bepergian untuk berdagang dan alasan lainnya. Untuk membendung penyebaran penyakit, ribuan babi harus mati di Kupang karena sejumlah wabah ASF. Demam Babi Afrika (ASF) telah dikaitkan dengan penyebaran karena perdagangan internasional, satwa liar, tindakan biosekuriti yang tidak memadai, pemberian makanan, kurangnya pengetahuan dan kesadaran, pergerakan babi ilegal, kurangnya imunisasi, dan faktor risiko lainnya (Dixon et al. 2020). Faktor-faktor lain termasuk interaksi langsung dengan hewan peliharaan yang sakit atau rentan. Penularan ASF juga dikaitkan dengan vektor kutu lunak, kepadatan babi, variabel antropogenik, faktor habitat, dan kontak langsung antara babi peliharaan yang sakit dan rentan (Blome et al., 2013; Costard et al., 2013; Fasina et al., 2012; Ma et al., 2020). Faktor risiko ASF di Kupang belum dipahami dengan baik. Kami berhipotesis bahwa manajemen peternakan yang buruk mungkin telah memperburuk kemungkinan masuknya dan menyebarnya penyakit menular, seperti ASF di peternakan babi. Karena praktik manajemen dan perumahan telah berubah sebagai akibat dari peningkatan intensifikasi hewan, ada bahaya yang lebih besar dari penyebaran penyakit ke hewan (Fasina et al., 2011). Babi harus dirawat dan dikelola dengan cara yang mengurangi kemungkinan penyebaran ASF. Hal ini mencakup tata cara penempatan, pemberian makan, dan pembersihan. Kesenjangan studi dalam kasus ini mungkin disebabkan oleh kurangnya pengetahuan tentang bagaimana sebenarnya peternakan babi dan praktik manajemen berkontribusi terhadap munculnya ASF di Kupang, Nusa Tenggara Timur. Meskipun ada informasi tentang wabah ASF di negara lain, seperti Indonesia, diperlukan studi lebih lanjut tentang faktor lokal yang memengaruhi penyebaran penyakit di Kupang. Selain itu, laporan awal ASF di Indonesia menyatakan bahwa penyakit tersebut telah merenggut nyawa lebih dari 50.000 babi di sejumlah lokasi, yang mengakibatkan kerugian yang signifikan bagi petani dan masyarakat umum (Dharmayanti et al., 2021; Primatika et al., 2022). Namun, terdapat kekurangan informasi mengenai faktor risiko ASF terkait peternakan babi Kupang. Studi yang dilakukan di wilayah tersebut sangat penting karena pentingnya peternakan babi berkelanjutan sebagai sumber pendapatan bagi penduduk setempat, terutama di daerah pedesaan di mana peternakan babi merupakan sumber pendapatan yang signifikan (Purnama et al., 2020). Temuan penelitian ini dapat berkontribusi pada pengembangan teknik pengendalian yang lebih efektif untuk menghentikan penyebaran ASF dan menjaga peternakan babi di wilayah tersebut tetap layak secara ekonomi. Untuk lebih memahami praktik peternakan dan pengelolaan di wilayah Kupang, yang dapat mencegah potensi penyakit menular seperti ASF, penelitian ini dilakukan. 

BAHAN DAN METODE

Sampel

Penelitian ini dilakukan di Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur dari bulan Juni-Oktober 2022. Kecamatan berisiko tinggi ini dipilih berdasarkan laporan, diskusi, dan temuan sebelumnya yang didokumentasikan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Kupang. Penelitian cross sectional dilakukan dengan melibatkan 300 peternak babi di 2 kecamatan terpilih, yaitu Kupang Timur dan Amabi Oefeto (Gambar 1), yang merupakan sentra produksi babi dan daerah berisiko tinggi dengan tingkat kematian babi yang tinggi. Gambar 1. Wilayah penelitian di Kupang, Indonesia. Desain Penelitian

Pemilik babi di Kupang Timur dan Amabi Oefeto menyediakan data primer, yang dikumpulkan melalui wawancara tatap muka dan kuesioner. Informasi utama tentang praktik pembiakan, lokasi peternakan, latar belakang pendidikan, pekerjaan utama, kandang ternak, pakan untuk hewan, manajemen reproduksi, dan kondisi tubuh babi semuanya disertakan. Analisis Data Data dari survei dimasukkan ke dalam spreadsheet Microsoft Excel 2011 untuk Windows dan diekspor ke program statistik IBM SPSS Statistics versi 26 untuk analisis deskriptif. Untuk setiap variabel yang diukur, fungsi frekuensi dihitung. 

HASIL DAN PEMBAHASAN 

Karakteristik Peternak Babi Hanya 4,3% pemilik babi tidak pernah bersekolah, sedangkan mayoritas (30,3%) menyelesaikan sekolah menengah pertama (Tabel 1). Dari pemilik babi yang dihubungi, beternak babi bukanlah pekerjaan utama mereka. Sisanya 5,3% adalah pegawai pemerintah, dengan petani pertanian merupakan bagian terbesar (94,7%). Keberhasilan pengelolaan peternakan dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan peternak, terutama dalam hal adopsi teknologi dan akses terhadap pengetahuan tentang hewan. Peternak babi di Kabupaten Kupang memiliki latar belakang pendidikan yang beragam, namun mayoritas (30,3%) telah menyelesaikan pendidikan SMP. Produktivitas peternakan dapat ditingkatkan dengan memiliki landasan pendidikan yang kuat, terutama dalam hal pengetahuan dan keterampilan untuk kesehatan dan produksi hewan (Davis et al., 2012). Selain itu, pendidikan meningkatkan produktivitas peternakan ketika teknologi kontemporer digunakan (Paltasingh dan Goyari, 2018). Program penyuluhan harus mempertimbangkan standar pendidikan pemilik untuk memastikan bahwa materi yang dibuat sesuai untuk target audiens dan diberikan dengan cara yang wajar. Sangat penting bagi peternak di Kupang untuk lebih sering melakukan vaksinasi. Bagi peternak yang kisahnya didengar, bertani merupakan pekerjaan paruh waktu. Input yang tidak memadai untuk babi mereka dari kegiatan paruh waktu ini menyebabkan produktivitas rendah dan kesehatan hewan yang buruk. Praktik Peternakan Mayoritas petani (55,7%) telah membangun kandang yang menghadap ke timur untuk rumah mereka, sementara petani lainnya (44,3%) telah membangun kandang yang menghadap ke barat, utara, atau selatan (Tabel 1). Mayoritas kandang yang dibangun (55,7%) juga diisolasi dengan semen, sementara kandang lainnya (44,3%) masih terbuat dari kayu atau tidak diisolasi. Mayoritas kandang (55,7%) memiliki kemiringan lantai 45 derajat, yang mirip dengan kemiringan kandang. Sementara peternak lainnya membiarkan ternak mereka makan dan minum di tempat yang sama atau membiarkan mereka mencari makan dan minum sendiri, sebagian besar peternak (55,7%) juga telah melengkapi kandang mereka dengan wadah makan dan minum untuk babi. Menurut hasil penelitian, 94,7% peternak tidak memiliki kandang khusus untuk pengeraman. Untuk mencegah pengap dan bau yang tidak disukai babi, kandang harus mudah dibersihkan, cepat kering, terlindung dari suhu ekstrem, kelembaban, angin, dan panas, serta memungkinkan sirkulasi udara yang baik. Kelembaban relatif yang ideal untuk kandang babi dapat bergantung pada sejumlah faktor, seperti ukuran dan usia babi, iklim tempat kandang berada, jenis sistem ventilasi yang digunakan, dan faktor-faktor lainnya. Namun, rekomendasi mendasar untuk kelembaban relatif di kandang babi diberikan oleh American Society of Agricultural and Biological Engineers (ASABE). Menurut rekomendasi ASABE, kandang babi harus memiliki kelembaban relatif antara 40% dan 70%. Kisaran ini ditentukan oleh kebutuhan untuk pengendalian kelembaban yang efisien, penyaringan udara, dan kebutuhan untuk mengurangi risiko pertumbuhan jamur, masalah pernapasan, dan masalah kesehatan babi lainnya (American Society of Agricultural and Biological Engineer (ASABE), 2018). Banyak faktor, termasuk ukuran dan desain kandang, usia dan ukuran babi, lingkungan, dan lokasi kandang, dapat memengaruhi tekanan angin yang ideal untuk kandang babi. Rekomendasi umum untuk tekanan angin di kandang babi diberikan oleh ASABE. Menurut rekomendasi ASABE, tekanan angin maksimum untuk kandang babi tidak boleh melebihi 0,2 inci kolom air, atau 50 Pascal (Pa). Tekanan maksimum ini telah ditetapkan untuk mengurangi kemungkinan babi menghadapi angin dingin dan masalah pernapasan serta memastikan bahwa kandang babi memiliki ventilasi yang memadai. Kecepatan angin minimum 0,75 mil per jam juga direkomendasikan untuk kandang babi, menurut ASABE (Fabian, 2018). Manajemen Pakan Karena menjamin nutrisi yang optimal, pengendalian biaya, manajemen kesehatan, peningkatan produktivitas, efisiensi yang lebih besar, dan kepatuhan terhadap peraturan, sistem penyimpanan pakan dan manajemen pakan peternakan babi sangat penting untuk keberhasilannya (Patience et al., 2015). Studi tersebut menemukan bahwa 99,7% petani tidak memiliki gudang pakan untuk menyimpan pakan ternak (Tabel 1). Penanganan dan pengelolaan bahan pakan yang efektif selama penyimpanan diperlukan untuk menjaga kualitas pakan dan menghindari kerugian finansial akibat kerusakan pakan. Pendirian gudang pakan dapat mengurangi kerugian akibat kerusakan pakan selama penyimpanan, sehingga peternak di Kupang perlu memperhatikan praktik ini. Hanya 5,7% peternak yang masih menggunakan pemberian pakan swill, yang masih dianggap praktik yang ketinggalan zaman. Pemberian pakan swill telah ditetapkan sebagai faktor risiko penularan ASF di beberapa negara di Afrika, Eropa, Asia, dan Amerika Selatan (Acosta et al., 2023; Arias et al., 2018; Fritzemeier et al., 2000; Pavlak et al., 2011; Ribbens et al., 2004). Namun, sebagian besar peternak (94,7%) menyiapkan sisa pakan yang mereka beli dari sumber luar. Pemberian pakan swill juga memiliki dampak negatif terhadap peternak, termasuk masuknya dan menyebarnya virus penyakit melalui sisa pakan. Pemberian pakan swill mungkin berkontribusi terhadap penyebaran ASF di Eropa. Pemberian pakan swill merupakan praktik umum di kalangan peternak babi di Kupang. Hal ini terbukti dari temuan penelitian, yang menunjukkan bahwa 5,7% dari 300 peternak yang disurvei terus menggunakan pakan swill. Pihak berwenang tidak melarang distribusi pemberian pakan swill di Kupang, tetapi diperkirakan bahwa pemberian pakan swill perlu dimasak dengan benar pada suhu tertentu untuk menonaktifkan virus.

Manajemen Reproduksi

Ini melibatkan berbagai teknik dan perawatan yang ditujukan untuk meningkatkan fungsi reproduksi, memastikan pasokan daging babi premium yang stabil dan efektif. Hasil survei menunjukkan bahwa semua peternak babi menggunakan metode perkawinan alami (Tabel 1). Mayoritas (50%) keluarga memanfaatkan babi hutan dari peternakan tetangga, sementara 46% peternak menggunakan babi mereka sendiri dan 4% menggunakan babi hutan dari desa-desa terdekat. Pengetahuan yang baik tentang fisiologi babi dan kapasitas untuk menggunakan teknik manajemen yang sesuai sangat penting untuk manajemen reproduksi yang efektif (Koketsu et al., 2017). Untuk membuat strategi manajemen reproduksi untuk peternakan babi, sangat penting untuk melibatkan dokter hewan dan profesional industri lainnya. Performa reproduksi babi dapat dioptimalkan melalui berbagai metode yang dirancang untuk meningkatkan produktivitas keseluruhan kawanan dan keberhasilan finansial peternakan babi (Cole, 2020). Manajemen pembiakan, deteksi panas, inseminasi buatan (IB), kehamilan, melahirkan, manajemen anak babi, dan manajemen kesehatan kawanan merupakan aspek penting dari manajemen reproduksi (Roca et al., 2011).

Menurut beberapa penelitian yang dilakukan di Belanda, Belgia, dan Serbia (Benard et al., 1999; Mintiens et al., 2003; Stanojevi et al., 2015), perkawinan alami pada babi, khususnya, berpotensi memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penyebaran penyakit hewan menular seperti ASF. Selain itu, ASF ditemukan di jaringan testis babi hutan yang terinfeksi selama penyakit subklinis, menurut penyelidikan lain (Choi dan Chae, 2002). Meskipun perkawinan alami telah digunakan dalam peternakan babi selama ribuan tahun, kami menyarankan untuk mempertimbangkan potensi efek negatif karena metode ini dapat meningkatkan risiko penularan ASF dengan memanfaatkan babi hutan yang berpotensi terinfeksi. Kondisi Tubuh Babi

Mayoritas peternak (93,3%) memiliki babi dengan kondisi tubuh sedang, diikuti oleh babi dengan kondisi tubuh gemuk (5,3%), babi kurus (1%) dan babi sangat kurus (0,3% peternak) (Tabel 1). Kesehatan fisik babi secara signifikan memengaruhi ketahanan mereka terhadap berbagai penyakit, termasuk infeksi menular. Kondisi fisik babi dapat berdampak besar pada kesehatan umum, kebahagiaan, dan produktivitas mereka (Miller et al., 2012). Menjaga babi dalam kondisi fisik yang baik memiliki sejumlah keuntungan, termasuk peningkatan fungsi imunologi, peningkatan pertumbuhan dan perkembangan, peningkatan kualitas daging, dan penurunan angka kematian (Coffey et al., 2000; Cole, 2020). Babi betina yang dipelihara dalam kesehatan yang baik hidup lebih lama dan menghasilkan produksi yang lebih konsisten. 

KESIMPULAN

Dapat disimpulkan bahwa sebagian besar variabel di Kupang yaitu latar belakang pendidikan, pekerjaan utama, manajemen kandang, pemberian pakan swill, manajemen reproduksi, dan kondisi tubuh babi dapat berkontribusi terhadap penularan ASF di wilayah penelitian. Melalui pertemuan, kunjungan, dan program penyuluhan yang didukung oleh pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya, manajemen dan metode pemeliharaan babi di Kupang dapat ditingkatkan untuk mengurangi kemungkinan masuk dan menyebarnya penyakit menular.

Ucapan Terima Kasih

Penelitian ini didanai oleh Politeknik Pertanian Negeri Kupang melalui Daftar Pelaksana Anggaran Politeknik Pertanian Negeri Kupang Tahun Anggaran 2022 Nomor: SP DIPA. 023.18.2.677616/2022. Penelitian ini dilaksanakan dengan bekerja sama dengan Unit Pelaksana Teknis Veteriner Peternakan Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kupang.


Link to --> Full paper

               --> Halaman Jurnal


How to cite this paper:

Bulu, P.M., Paga, A., Lasakar, A.S. and Wera, E., 2023. Pig Farm Management and Its Contribution to The African Swine Fever Incidences in Kupang, Indonesia. Jurnal Medik Veteriner6(2), pp.155-161.


Share this