Kamis, 01 Mei 2014
Minggu, 06 April 2014
Gerah mendapat serangan lawan politik seputar penjualan aset BUMN kepada asing, Ketua Umum DPP PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri akhirnya angkat bicara seputar kebijakan kontroversialnya semasa menjabat presiden kala itu.
April 06, 2014
KabarNusa.com, Jakarta,Sabtu, 5 April 2014
Isu yang paling digunakan sebagai celah menjatuhkan PDI Perjuangan pasacapencapresan Joko Widodo, menjelang pemilu 2014 adalah kebijakan saat melepaskan saham Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia (STT).
Dalam akun twitter @MegawatiSSP dengan hastag #TanyaMega, dia menjawab dengan tuntas.
Berikut jawaban Megawati, sebagaimana dilansir MegaVensca81News.
Selamat pagi Indonesia… Kuliah pagi biasanya akan meningkatkan kesadaran dan daya ingat kita. Jadikan nalar kita #LebihBijak. Salam ^Mega^
1.) Ketika Indosat dijual, adakah rumah yang layak untuk TNI – Polri? #TanyaMega
2.) Adakah yang menghitung berapa unit pesawat tempur yang bisa / layak terbang untuk jaga udara NKRI? #TanyaMega
3.) Adakah yang menghitung berapa kapal perang KRI yang laik berlayar?… #TanyaMega
4.) Embargo Senjata AS dan tekad lunasi Utang ke IMF sementara manuver Kapal Induk AS Armada Pasifik di Laut Jawa terlalu sering. #Krisis
5.) Anggaran negara minus dan mungkin kantong kalian saat ini lebih kaya daripada negara ini ketika itu. #Krisis #MultiDimensi
6.) Indosat diswastakan untuk menutupi kekurangan APBN, agar investor terpancing kembali ke Indonesia. #DemiIndonesia
7.) Krisis sudah terlalu lama, sejak ’98 membebani ekonomi setiap keluarga. Tekad kabinet agar hutang LN tdk bertambah lagi. #DemiIndonesia
8.) Dengan APBN yang meyakinkan kemudian kita pakai sebagai penawaran dengan Rusia & Polandia. #DemiIndonesia #Solusi #Krisis #MultiDimensi
9.) Agar mereka bersedia bantu persenjataan TNI, yang sudah di embargo AS. Rusia tertarik dan sedia Sukhoi dan Helikopternya. #DemiIndonesia
10.) Keputusan yang sulit disaat yang sulit, tapi pemimpin harus berani ambil keputusan. Meski menuai kecaman dan hujatan dari dalam negeri.
11.) Ibarat seorang ibu yang merelakan perhiasan kesayangannya demi membeli beras untuk keluarga karena suami sdh lama menganggur #Umpama
12.) Ibarat seorang ibu, jual perhiasannya demi bayar uang sekolah atau menebus ijazah anaknya #DemiIndonesia #Krisis #MultiDimensi #Umpama
13.) Pemimpin harus mengambil keputusan meski sangat sulit karena terbatasnya pilihan, tdk boleh ada keraguan atasi krisis berkepanjangan
14.) Sekali lagi, pemimpin harus mengambil keputusan… kualitas seorang pemimpin diuji saat situasi serbasalah dan saat saat kritis…
15.) Hasilnya sesuai target. APBN terbantu, bahaya kelaparan terhindarkan dgn surplus beras dan bahkan AS meringankan Embargo Senjatanya.
16.) Sebab AS khawatir hubungan Indonesia – Rusia via diplomasi Sukhoi dibantu barter beras.
17.) Berkat Indosat dan lainnya, kita capai target APBN, dasar ekonomi membaik, produksi tani yg dapat jadi bahan barter dengan negara lain.
18.) Karena kita tidak punya uang ketika itu. Jangan lupakan krisis yang teramat parah, NKRI sangat terancam seperti Yugoslavia
19.) Bahkan AS yang mengaku sahabat tapi tidak ikhlas membantu disaat kita krisis multidimensi. Justru tetap embargo karena TIMTIM.
20.) Para ahli ekonomi tidak punya solusi yang lebih baik atau hanya bisa teriak dijalanan tanpa solusi. Semua hanya bisa bicara pesimis
21.) Indosat, dll.. saat itu adalah solusi yang bagi negara yang sdg sakit parah. Krn sy yakin dlm 10 thn harusnya kita dpt beli kembali
22.) Menyelamatkan negara yang sangat sakit ketika itu adalah mandat dari rakyat melalui MPR.
23.) Jika keputusan itu salah, salahkan saya. Tapi jangan salahkan Indonesia yg perlu disehatkan. Jangan salahkan sarjana2 tanpa solusi itu
24.) Memang benar Indosat adalah harta anak bangsa, kebanggaan Indonesia. Namun, ada saatnya ia diperlukan untuk selamatkan Indonesia
25.) Dan ada juga BUMN yang tdk dpt diperlakukan seperti Indosat, yang “derajatnya” lebih tinggi, seperti Pertamina, Garuda, Telkom, dll..
26.) Saya ulangi, seorang pemimpin harus berani ambil tindakan cepat dan keputusan sulit diantara yang paling sulit, jangan pernah ragu
27.) Saya berharap, kaum muda #IndonesiaHebat harus belajar kepemimpinan dari kasus ini. ^Mega^
28.) Karena ada saatnya kita semua dihadapkan pada pilihan sulit dalam setiap bidang kehidupan. Kelak kalian yg pimpin negeri ini ^Mega^
29.) Yang penting kita berani ambil kebijakan, tunjukkan bahwa anak Indonesia sanggup memimpin & bertanggungjawab. Generasi #IndonesiaHebat
30.) Saya ungkap ini agar kaum muda Indonesia berani jadi pemimpin disaat sulit, karena saya yakin semua anak2 #IndonesiaHebat
31.) Pemimpin #IndonesiaHebat bukan seharusnya peragu, tidak lari dari tanggung jawab apalagi lari ke luar negeri
Demikianlah kuliah pagi kali ini. It’s not how to escape, but how to lead! Selamat Nyepi dan selamat menikmati hari libur
Isu yang paling digunakan sebagai celah menjatuhkan PDI Perjuangan pasacapencapresan Joko Widodo, menjelang pemilu 2014 adalah kebijakan saat melepaskan saham Indosat kepada Singapore Technologies Telemedia (STT).
Dalam akun twitter @MegawatiSSP dengan hastag #TanyaMega, dia menjawab dengan tuntas.
Berikut jawaban Megawati, sebagaimana dilansir MegaVensca81News.
Selamat pagi Indonesia… Kuliah pagi biasanya akan meningkatkan kesadaran dan daya ingat kita. Jadikan nalar kita #LebihBijak. Salam ^Mega^
1.) Ketika Indosat dijual, adakah rumah yang layak untuk TNI – Polri? #TanyaMega
2.) Adakah yang menghitung berapa unit pesawat tempur yang bisa / layak terbang untuk jaga udara NKRI? #TanyaMega
3.) Adakah yang menghitung berapa kapal perang KRI yang laik berlayar?… #TanyaMega
4.) Embargo Senjata AS dan tekad lunasi Utang ke IMF sementara manuver Kapal Induk AS Armada Pasifik di Laut Jawa terlalu sering. #Krisis
5.) Anggaran negara minus dan mungkin kantong kalian saat ini lebih kaya daripada negara ini ketika itu. #Krisis #MultiDimensi
6.) Indosat diswastakan untuk menutupi kekurangan APBN, agar investor terpancing kembali ke Indonesia. #DemiIndonesia
7.) Krisis sudah terlalu lama, sejak ’98 membebani ekonomi setiap keluarga. Tekad kabinet agar hutang LN tdk bertambah lagi. #DemiIndonesia
8.) Dengan APBN yang meyakinkan kemudian kita pakai sebagai penawaran dengan Rusia & Polandia. #DemiIndonesia #Solusi #Krisis #MultiDimensi
9.) Agar mereka bersedia bantu persenjataan TNI, yang sudah di embargo AS. Rusia tertarik dan sedia Sukhoi dan Helikopternya. #DemiIndonesia
10.) Keputusan yang sulit disaat yang sulit, tapi pemimpin harus berani ambil keputusan. Meski menuai kecaman dan hujatan dari dalam negeri.
11.) Ibarat seorang ibu yang merelakan perhiasan kesayangannya demi membeli beras untuk keluarga karena suami sdh lama menganggur #Umpama
12.) Ibarat seorang ibu, jual perhiasannya demi bayar uang sekolah atau menebus ijazah anaknya #DemiIndonesia #Krisis #MultiDimensi #Umpama
13.) Pemimpin harus mengambil keputusan meski sangat sulit karena terbatasnya pilihan, tdk boleh ada keraguan atasi krisis berkepanjangan
14.) Sekali lagi, pemimpin harus mengambil keputusan… kualitas seorang pemimpin diuji saat situasi serbasalah dan saat saat kritis…
15.) Hasilnya sesuai target. APBN terbantu, bahaya kelaparan terhindarkan dgn surplus beras dan bahkan AS meringankan Embargo Senjatanya.
16.) Sebab AS khawatir hubungan Indonesia – Rusia via diplomasi Sukhoi dibantu barter beras.
17.) Berkat Indosat dan lainnya, kita capai target APBN, dasar ekonomi membaik, produksi tani yg dapat jadi bahan barter dengan negara lain.
18.) Karena kita tidak punya uang ketika itu. Jangan lupakan krisis yang teramat parah, NKRI sangat terancam seperti Yugoslavia
19.) Bahkan AS yang mengaku sahabat tapi tidak ikhlas membantu disaat kita krisis multidimensi. Justru tetap embargo karena TIMTIM.
20.) Para ahli ekonomi tidak punya solusi yang lebih baik atau hanya bisa teriak dijalanan tanpa solusi. Semua hanya bisa bicara pesimis
21.) Indosat, dll.. saat itu adalah solusi yang bagi negara yang sdg sakit parah. Krn sy yakin dlm 10 thn harusnya kita dpt beli kembali
22.) Menyelamatkan negara yang sangat sakit ketika itu adalah mandat dari rakyat melalui MPR.
23.) Jika keputusan itu salah, salahkan saya. Tapi jangan salahkan Indonesia yg perlu disehatkan. Jangan salahkan sarjana2 tanpa solusi itu
24.) Memang benar Indosat adalah harta anak bangsa, kebanggaan Indonesia. Namun, ada saatnya ia diperlukan untuk selamatkan Indonesia
25.) Dan ada juga BUMN yang tdk dpt diperlakukan seperti Indosat, yang “derajatnya” lebih tinggi, seperti Pertamina, Garuda, Telkom, dll..
26.) Saya ulangi, seorang pemimpin harus berani ambil tindakan cepat dan keputusan sulit diantara yang paling sulit, jangan pernah ragu
27.) Saya berharap, kaum muda #IndonesiaHebat harus belajar kepemimpinan dari kasus ini. ^Mega^
28.) Karena ada saatnya kita semua dihadapkan pada pilihan sulit dalam setiap bidang kehidupan. Kelak kalian yg pimpin negeri ini ^Mega^
29.) Yang penting kita berani ambil kebijakan, tunjukkan bahwa anak Indonesia sanggup memimpin & bertanggungjawab. Generasi #IndonesiaHebat
30.) Saya ungkap ini agar kaum muda Indonesia berani jadi pemimpin disaat sulit, karena saya yakin semua anak2 #IndonesiaHebat
31.) Pemimpin #IndonesiaHebat bukan seharusnya peragu, tidak lari dari tanggung jawab apalagi lari ke luar negeri
Demikianlah kuliah pagi kali ini. It’s not how to escape, but how to lead! Selamat Nyepi dan selamat menikmati hari libur
Kamis, 20 Maret 2014
Standar Biaya Masukan Lainnya di lingkup Perguruan Tinggi Negeri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Maret 20, 2014
Informasi yang membuat dosen bisa sedikit bernafas lega, sudah disahkann oleh Menkeu. Klik di Sini
Minggu, 16 Maret 2014
Persyaratan kelulusan Mahasiswa s1
Maret 16, 2014
Saya sedang mempertimbangkan Hal ini penting untuk penyederhanaan sistem & percepatan kelulusan mahasiswa. Di kampus saya ada peraturan untuk lulus S1 harus lulus beberapa mata kuliah tertentu dengan nilai minimal C. Hal seperti ini dapat memperlama masa studi. Padahal kalau dilihat aturan berikut:
1. Juklak sks terbitan Dikti tahun 1983 (masih berlaku): S1 = 144 – 160 SKS, dengan syarat:
(a) IPK > 2.00, (b) tidak ada nilai E, (c) telah lulus ujian pendadaran (komprehensif), BILA ADA, dan
(d) telah menyelesaikan dengan berhasil skripsi, BILA ADA.
2.Kepmendiknas 184/U/2001: UPM dinyatakan tidak berlaku
3. Kewajiban publikasi karya ilmiah (SE Dikti)
1. Juklak sks terbitan Dikti tahun 1983 (masih berlaku): S1 = 144 – 160 SKS, dengan syarat:
(a) IPK > 2.00, (b) tidak ada nilai E, (c) telah lulus ujian pendadaran (komprehensif), BILA ADA, dan
(d) telah menyelesaikan dengan berhasil skripsi, BILA ADA.
2.Kepmendiknas 184/U/2001: UPM dinyatakan tidak berlaku
3. Kewajiban publikasi karya ilmiah (SE Dikti)
Maka, asalkan sudah mendapat 140 SKS dan IPK minimal = 2 + Publikasi jurnal, seseorang sudah bisa jadi sarjana. Tentunya dengan syarat berikut (Butir Akreditasi):
1. Dalam proses pembelajaran dilakukan hal2 berikut: memonitor, mengkaji, dan memperbaiki setiap semester tentang:
(a) kehadiran mahasiswa, (b) kehadiran dosen. (c) materi kuliah
2. Materi kuliah disusun oleh kelompok dosen dalam satu bidang ilmu, dengan memperhatikan masukan dari dosen lain atau dari pengguna lulusan.
3. Mutu soal ujian yang diberikan semuanya bermutu baik, dan sesuai dengan GBPP/SAP.
1. Dalam proses pembelajaran dilakukan hal2 berikut: memonitor, mengkaji, dan memperbaiki setiap semester tentang:
(a) kehadiran mahasiswa, (b) kehadiran dosen. (c) materi kuliah
2. Materi kuliah disusun oleh kelompok dosen dalam satu bidang ilmu, dengan memperhatikan masukan dari dosen lain atau dari pengguna lulusan.
3. Mutu soal ujian yang diberikan semuanya bermutu baik, dan sesuai dengan GBPP/SAP.
Jadi bila seseorang IPK = 2, nilai D-nya banyak, asalkan dikompensasi dengan nilai A maupun B, tidak masalah. Bagaimana pandangan ibu & bpk? Apakah ada aturan/pertimbangan lain yang perlu diperhatikan? Terimakasih sebelumnya.
Jumat, 14 Maret 2014
Kriteria Buku Menurut Pedoman Angka Kredit Dosen
Maret 14, 2014
Kriteria buku hasil penelitian/hasil pemikiran:
a. Memiliki ISBN;
b. Tebal paling sedikit 40 (empat puluh) halaman cetak (menurut format
UNESCO);
c. Ukuran : minimal 15,5 cm x 23 cm;
c. Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/Organisasi/Perguruan Tinggi;
e. Isi tidak menyimpang dari falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
a. Memiliki ISBN;
b. Tebal paling sedikit 40 (empat puluh) halaman cetak (menurut format
UNESCO);
c. Ukuran : minimal 15,5 cm x 23 cm;
c. Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/Organisasi/Perguruan Tinggi;
e. Isi tidak menyimpang dari falsafah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Terdapat beberapa ragam buku yang bisa diperhitungkan dalam angka kredit dosen, yaitu monograf, buku referensi, buku ajar dan diktat.
1 ) Monograf:
• Substansi :satu hal dalam satu bidang ilmu
• Memenuhi Kaidah penulisan ilmiah yang utuh (rumusan masalah, pemecahan masalah, dukungan teori mutakhir, kesimpulan dan daftar pustaka)
• Dalam bentuk buku (referensi)
• Disebarluaskan
• Tebal paling sedikit 40 halaman (15.5 cm x 23 cm)
• Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/organisasi/PT
• ISBN, dan diedarkan
• Tidak menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945
• Batas Kepatutan : 1 buku/tahun
• Angka Kredit Maksimal : 20
1 ) Monograf:
• Substansi :satu hal dalam satu bidang ilmu
• Memenuhi Kaidah penulisan ilmiah yang utuh (rumusan masalah, pemecahan masalah, dukungan teori mutakhir, kesimpulan dan daftar pustaka)
• Dalam bentuk buku (referensi)
• Disebarluaskan
• Tebal paling sedikit 40 halaman (15.5 cm x 23 cm)
• Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/organisasi/PT
• ISBN, dan diedarkan
• Tidak menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945
• Batas Kepatutan : 1 buku/tahun
• Angka Kredit Maksimal : 20
2 ) Buku Referensi :
• Substansi satu bidang ilmu
• Memenuhi kaidah penulisan ilmiah yang utuh
• Tebal paling sedikit 40 halaman (15.5 cm x 23 cm)
• Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/organisasi/PT
• ISBN, dan diedarkan
• Tidak menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945
• Batas Kepatutan : 1 buku/tahun
• Angka Kredit Maksimal : 40
• Substansi satu bidang ilmu
• Memenuhi kaidah penulisan ilmiah yang utuh
• Tebal paling sedikit 40 halaman (15.5 cm x 23 cm)
• Diterbitkan oleh Badan Ilmiah/organisasi/PT
• ISBN, dan diedarkan
• Tidak menyimpang dari Pancasila dan UUD 1945
• Batas Kepatutan : 1 buku/tahun
• Angka Kredit Maksimal : 40
3 ) Buku Ajar
Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu matakuliah yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebar luaskan.
• Diketik dengan komputer huruf times new roman (font 12) pada kertas ukuran A4 dengan jarak 1,5 spasi, beserta softcopy dalam CD.
• Jumlah halaman buku tidak kurang dari 200 halaman, tidak termasuk prakata, daftar isi, dan lampiran.
• Unsur buku yang harus ada: (1) Prakata, (2)Daftar Isi, (3) Batang tubuh yang terbagi dalam bab atau bagian, (4) Daftar Pustaka, (5) Glosarium, (6) Indeks (sebaiknya).
• Penulisan buku ajar termasuk dalam kegiatan melaksanakan pengajaran, yaitu mengembangkan bahan pengajarantahun (tabel 1 item no. 11)
• Angka kredit 20 per buku
- Batas kepatutan buku ajar adala 1 buku/tahun.
Buku ajar adalah buku pegangan untuk suatu matakuliah yang ditulis dan disusun oleh pakar bidang terkait dan memenuhi kaidah buku teks serta diterbitkan secara resmi dan disebar luaskan.
• Diketik dengan komputer huruf times new roman (font 12) pada kertas ukuran A4 dengan jarak 1,5 spasi, beserta softcopy dalam CD.
• Jumlah halaman buku tidak kurang dari 200 halaman, tidak termasuk prakata, daftar isi, dan lampiran.
• Unsur buku yang harus ada: (1) Prakata, (2)Daftar Isi, (3) Batang tubuh yang terbagi dalam bab atau bagian, (4) Daftar Pustaka, (5) Glosarium, (6) Indeks (sebaiknya).
• Penulisan buku ajar termasuk dalam kegiatan melaksanakan pengajaran, yaitu mengembangkan bahan pengajarantahun (tabel 1 item no. 11)
• Angka kredit 20 per buku
- Batas kepatutan buku ajar adala 1 buku/tahun.
4 ) DIKTAT, adalah :
• Bahan ajar untuk suatu mata kuliah
• Ditulis oleh pengajar mata kuliah tersebut
• Mengikuti kaidah penulisan ilmiah
• Disebarluaskan kepada peserta kuliah
• Angka kredit maksimal : 5
• Bahan ajar untuk suatu mata kuliah
• Ditulis oleh pengajar mata kuliah tersebut
• Mengikuti kaidah penulisan ilmiah
• Disebarluaskan kepada peserta kuliah
• Angka kredit maksimal : 5
5 ) MODUL, adalah :
• Bagian dari bahan ajar
• Ditulis oleh pengajar mata kuliah tersebut
• Mengikuti kaidah penulisan ilmiah
• Disebarluaskan kepada peserta kuliah
• Angka kredit maksimal : 5
• Bagian dari bahan ajar
• Ditulis oleh pengajar mata kuliah tersebut
• Mengikuti kaidah penulisan ilmiah
• Disebarluaskan kepada peserta kuliah
• Angka kredit maksimal : 5
6 ) Penuntun Praktikum, adalah :
• Pedoman pelaksanaan praktikum
• Disusun oleh kelompok dosen
• Mengikuti kaidah penulisan ilmiah
• Angka kredit maksimal : 5
• Pedoman pelaksanaan praktikum
• Disusun oleh kelompok dosen
• Mengikuti kaidah penulisan ilmiah
• Angka kredit maksimal : 5
7 ) Model, adalah :
• Alat peraga
• Menjelaskan fenomena dalam kuliah
• Meningkatkan pemahaman peserta kuliah
• Angka kredit maksimal : 5
• Alat peraga
• Menjelaskan fenomena dalam kuliah
• Meningkatkan pemahaman peserta kuliah
• Angka kredit maksimal : 5
Batas kepatutan untuk no.4-7 : 1 diktat/semester
Bahan Bacaan
- Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit; halaman 7, 11 dan 13
- Kepmenkowasbangpan No. 38/KEP/MK.WASPAN/8/1999 tentang jabatan fungsional Dosen dan angka kreditnya.
- Kepmenkowasbangpan No. 38/KEP/MK.WASPAN/8/1999 tentang jabatan fungsional Dosen dan angka kreditnya.
Selasa, 11 Maret 2014
Mari Menjadi Guru Besar-Oleh Abah Hamid
Maret 11, 2014
Sulitkah menjadi guru besar?
Tanyakan pertanyaan itu pada para dosen di sekitar anda. Jawabannya hampir pasti: SUSAH.
Muncul berbagai alasan, seperti: merasa belum saatnya, susah mengumpulkan kum, pertanggungjawabannya sulit, harus menemukan teori baru, merasa kurang arif dan bijaksana, atau yang sering saya dengar dari dosen-dosen cemerlang: malas mengumpulkan berkas-berkas administratif dan berhadapan dengan birokrasi kampus.
Hmm, mari kita tanyakan pada Eko Prasojo atau Agung Endro Nugroho. Eko, menjadi Guru Besar di FISIP UI pada usia 35 tahun 10 bulan. Pada usia 43 tahun, Eko diangkat menjadi Wakil MenPAn-RB. Sampai sekarang, Eko masih tetap membimbing skripsi (http://ekoprasojo.com/2012/06/04/eko-prasojo-tetap-jadi-dosen-pembimbing-skripsi/). Silahkan juga lihat pidato pengukuhan Guru Besar Eko yang di bagian akhir terdapat riwayat hidupnya. Tahun 1997 menjadi PNS Dosen, tahun 2002 Asisten Ahli, tahun 2004 naik ke Lektor dan tahun 2006 lompat ke Guru Besar. Hanya butuh 9 tahun dari sejak berstatus dosen tetap hingga jadi Guru Besar.
Contoh lain adalah Agung Endro Nugroho yang menjadi Guru Besar di usia 36 tahun (kelahiran 15 Januari 1976) pada 1 Oktober 2012 di Fakultas farmasi UGM.

Tentu saja Eko dan Agung tak lantas menjawab bahwa menjadi guru besar adalah soal gampang. Butuh kerja keras untuk menghasilkan karya-karya akademik bereputasi di level nasional maupun internasional. Usia muda digunakan secara produktif untuk berkarya dan bukan sekedar mengejar jabatan-jabatan di kampus, ngobyek sana-sini atau menjadi selebritis. Tentu saja juga mengajar dan membimbing mahasiswa dengan baik dan bertanggungjawab
Tentu saja Eko dan Agung tak lantas menjawab bahwa menjadi guru besar adalah soal gampang. Butuh kerja keras untuk menghasilkan karya-karya akademik bereputasi di level nasional maupun internasional. Usia muda digunakan secara produktif untuk berkarya dan bukan sekedar mengejar jabatan-jabatan di kampus, ngobyek sana-sini atau menjadi selebritis. Tentu saja juga mengajar dan membimbing mahasiswa dengan baik dan bertanggungjawab
Hanya ada 4 (empat) anak tangga dalam karir profesional seorang dosen (baca: jabatan fungsional) : Asisten Ahli – Lektor – Lektor Kepala – Profesor/ Guru Besar. Masing-masing jenjang bisa dicapai dengan mengumpulkan angka kredit (kum) sebagai berikut (sesuai lampiran II PerMenpan 17 2013 )
Logika yang dipakai dalam dunia karir perdosenan adalah, jabatan fungsional mendahului golongan. Jika seorang dosen naik dari asisten ahli IIIa ke lektor dan ternyata mampu mengumpulkan kredit sebesar 315, maka ia akan menjadi lektor dengan kum 300 (sisa 15). Artinya ia berhak naik ke golongan IIIb, IIIc dan IIId TANPA perlu mengumpulkan kredit (kum) lagi setiap dua tahun secara berkala dan berkelanjutan, hanya berkas penunjang saja. Tapi bila ia hanya mengumpulkan kum sebesar 205, maka ia jadi lektor 200 (sisa 5) sehingga hanya berhak naik secara berkala dan berkelanjutan setiap dua tahun sampai IIIc saja. Jika ia mau ke golongan IIId dari IIIc, maka ia HARUS mengumpulkan kum sebesar 300-205 = 95.
Contoh lain adalah ketika saya yang masih golongan IIIB mendapatkan SK Lektor Kepala. Dalam lampiran SK tercantum:
Jadi, pangkat/golongan saya akan naik otomatis setiap dua tahun. Otomatis disini artinya tidak perlu mengajukan angka kredit, namun tetap saja berkoordinasi dengan pihak kepegawaian kampus.
Ruwet? Tapi kalau dijalani, tidak juga kok. Hanya saja memang selain produktif, dosen perlu rajin dan telaten mengumpulkan setiap berkas seperti SK, surat tugas, karya ilmiah, sertifikat-sertifikat (pembicara, penyaji, moderator, dll) karena pasti dibutuhkan untuk kenaikan jabatan fungsional.
Nah penting juga dipahami, masih ada anggapan dan tahayul di sebagian orang yang menganggap bahwa kenaikan ke Guru Besar mensyaratkan golongan IVc atau IVd. Sampai sekarang tidak ada peraturan tertulis seperti itu. Kemudian, itu adalah penafsiran keliru terhadap tabel diatas, seakan-akan Jabatan Fungsional HANYA bagi mereka yang sudah IVd dan IVe. Cara membaca tabel tersebut persis seperti lampiran SK Lektor kepala di atas. Jadi kalau anda mendapatkan SK Guru Besar/ Profesor, maka akan ada tulisan dalam lampiran SK: “….dapat dinaikkan pangkatnya secara bertahap menjadi….” sesuai dengan angka kredit yang diakui dalam SK Guru Besarnya. Misalnya kalau anda jadi Guru Besar dengan kum 900 maka anda hanya bisa naik golongan sampai IVd dan butuh mengumpulkan kum ketika akan naik dari IVd ke IVe.
Menurut saya, pekerjaan dosen adalah pekerjaan yang amat fair. Cepat atau lambatnya karir seorang dosen ditentukan oleh seberapa produktif ia menghasilkan karya ilmiah (penelitian), mengajar dan melakukan pengabdian pada masyarakat. Bobot karya ilmiah dan pengajaran memiliki prosentase terbesar dalam penghitungan kredit. Mengajar, tentu saja sebuah kewajiban, namun maksimal mengajar hanya 12 SKS setiap semester dan nilai maksimalnya (bagi Lektor dan Lektor Kepala) hanya 11 angka kredit saja.
Jadi kesempatan melakukan lompatan adalah dengan menghasilkan publikasi ilmiah bereputasi. Semakin berbobot sebuah karya semakin besar nilai kredit yang diperoleh. Katakanlah, satu buah artikel di jurnal internasional dihargai 40 kredit, jurnal nasional terakreditasi dikti 25 kredit dan jurnal nasional (baca: ber-ISSN) dinilai 10 kredit. Artinya jika seorang dosen produktif menulis di jurnal internasional akan lebih cepat dia menjadi guru besar dibandingkan seorang dosen yang “hanya”mampu menulis di jurnal nasional saja. Oh ya, untuk menjadi guru besar juga harus bergelar doktor, wajar inimah.
Nah, berbagai aturan juga memberi insentif untuk mereka yang berprestasi. Sebagai contoh, jika kita mampu menulis di jurnal internasional,ada banyak kemudahan seperti loncat jabatan fungsional sampai naik jabatan fungsional lebih cepat. Tentu saja asalkan kredit-nya (kum) mencukupi. Saya sudah membuktikan dengan (masih aturan lama) mengajukan kenaikan ke Lektor Kepala walaupun baru satu setengah tahun menjadi Lektor, karena memiliki artikel di Jurnal terakreditasi Dikti dan memiliki kum yang mencukupi.
Nah, selain mencukupi kum, apa sih syarat dosen mencapai jenjang Guru Besar (Permenpan 46 2013 (pasal 26 ayat 3):
1) ijazah Doktor (S3) atau yang sederajat;
2) paling singkat 3 (tiga) tahun setelah memperoleh ijazah Doktor (S3);
3) karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi; dan
4) memiliki pengalaman kerja sebagai dosen paling singkat 10 (sepuluh) tahun.
ditambah:
(4) Dosen yang berprestasi luar biasa dan memenuhi persyaratan lainnya dapat diangkat ke jenjang jabatan akademis dua tingkat lebih tinggi atau loncat jabatan.(5) Dikecualikan paling singkat 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c angka 2), apabila Dosen yang bersangkutan memiliki tambahan karya ilmiah yang dipublikasikan pada jurnal internasional bereputasi setelah memperoleh gelar Doktor (S3) dan memenuhi persyaratan lainnya.
Hmm. Jadi jika anda dosen serius, kira-kira anda sudah tahu sekarang berada di posisi mana dan kapan jadi Profesor kan? Memahami aturan ini penting, seperti misalnya: anda sedang kuliah S3, sedang aktif-aktifnya nulis di Jurnal Internasional (sekarang diakui dikti lho, baca suratnya disini), tapi ingin keluar dari jebakan “bisa mengajukan ke guru besar paling singkat 3 (tiga) tahun setelah memperoleh ijazah Doktor (S3)”.
Caranya ya mengatur ritme publikasi. Karena selama kuliah publikasi di jurnal internasional dan jurnal terakreditasi diakui, maka melakukan publikasi di jurnal internasional bisa menggugurkan satu syarat sulit. Nah, tinggal mengatur ritme, dengan melakukan satu publikasi internasional selepas tanggal mendapatkan ijazah Doktor.
Walaupun yang amat disayangkan, dengan aturan baru tersebut, tak ada yang bisa jadi Profesor dengan pengalaman kerja kurang dari 10 tahun, setidaknya memecahkan rekor Eko yang sejak jadi dosen tetap sampai jadi profesor hanya butuh 9 tahun.
Oh ya, satu hal yang amat penting, menjadi Guru Besar bukan soal menaikkan gengsi, walaupun tentu saja keren juga jadi bagian dari 3% dari keseluruhan populasi dosen di Indonesia . Secara finansial, seorang guru besar bisa mendapatkan penghasilan empat kali gaji pokok: gaji pokok + tunjangan sertifikasi dosen satu kali gaji pokok + tunjangan kehormatan gubes dua kali gaji pokok. Semuanya halal dan thoyyibah :).
Saya tidak mendorong para dosen untuk menjadi mata duitan. Jumlah ini tidak terlalu besar dibandingkan jika kita bekerja di perusahaan swasta bergengsi atau multinasional corporation. Tapi jumlah ini rasanya cukup untuk membuat guru besar betah di kampus, meneliti dengan serius, melakukan publikasi dan mengajar dengan dedikasi tinggi tanpa harus pusing memikirkan biaya sekolah anak atau kredit sepeda motor.
Jadi, Guru Besar sebetulnya tak punya alasan lagi ngobyek atau mengamen sana-sini, jadi konsultan palu gada (apa yang elu mau gue ada) sikut sana-sini berebut jabatan kajur atau dekan, jadi selebritis di tipi-tipi atau melamun terus berharap mendapat remunerasi. Kita bisa menjaga integritas sebagai intelektual dan fokus pada pekerjaan utama: mengembangkan ilmu pengetahuan.
Bagi institusi banyaknya Guru Besar juga pastinya bermanfaat untuk akreditasi dan pengembangan institusi. Sebaliknya, institusi yang tak peduli dengan perencanaan karir dosen-dosennya juga bisa mengalami masalah. Belum lama ini saya mendengar sebuah prodi S3 favorit di kampus favorit di Indonesia terancam ditutup karena Guru Besarnya sudah dan akan pensiun segera semua (terakhir satu juga meninggal dunia) dan belum ada dosen yang memenuhi syarat untuk jadi Guru Besar. Miris kan?
Nah bagaimana kewajiban Profesor? Secara administratif, kewajiban khusus Profesor juga tidak sulit-sulit amat, dalam lima tahun seorang guru besar “hanya” diharuskan menghasilkan satu buah buku, satu tulisan dalam jurnal internasional dan menyebarluaskan ilmu pengetahuan melalui berbagai forum ilmiah. walaupun tentu saja kewajiban khusus ini mesti dibaca sebagai produktifitas minimal, mosok lima tahun cuma nulis satu artikel sih ?
(Baca tulisan soal kewajiban Guru Besar disini)
Jadi, untuk para dosen (termasuk aku juga atuh), tak ada alasan untuk bermalas-malasan kan? mari jadi guru besar 
Tulisan ini tujuannya menyemangati ya, biar semangat dalam segalanya.
NB. Monggo pelajari panduan operasional perhitungan angka kredit disini ya.
Langganan:
Postingan (Atom)